Senin, 01 Juni 2015

aku, cinta, dan dakwah.


Ada apa dengan aku?
Ada apa dengan cinta?
Ada apa dengan dakwah?
Ada apa dengan kami bertiga?

Hari ini apalagi hari yang telah terjadi, masih ada jarak yang memisahkan kami bertiga. Kami yang tak saling berkenalan apalagi bertegur sapa. Walaupun kami selalu berjumpa lewat apa-apa yang kadang kami berpura untuk tidak mengetahuinya. Kami yang seakan bermusuhan padahal bersaudara. Jangan tanyakan kenapa, aku juga tidak tahu pasti jawabannya.
Saat ini, aku mulai berkenalan dengan mereka berdua. Perkenalan alay ala abege-abege kebanyakan. Kesininya, kami mulai mencoba untuk mengeti satu sama lain. Mencoba membuat ukhuwah antara aku, cinta, dan dakwah. Seperti hakikatnya ukhuwah, butuh perjuangan, pengorbanan, pengertian, keikhlasan, dan segala macam jenis lainnya. 
Kami memulai persaudaraan ini dengan perlahan, hari per hari, hingga tumbuh ‘ukhuwah’ itu. Sampai di satu saat aku mulai dekat dengan dakwah. Dakwah yang tiap hari merasuki aku lewat kelembutannya, lewat kemuliaannya. Tak jarang aku mulai jenuh untuk terus bersama dakwah. Bosan itu mulai menggelayuti aku yang berusaha menjauh dari dakwah. Tapi hatiku terhenti saat aku menemukan janji dakwah yang dikirimkan oleh Penguasa dalam Surat Ibrahim ayat ke 6. Liriknya begitu mendebarkan jantung yang sudah lama tak berdetak. Janjinya pasti dan tak mungkin di ingkari. Letih dan jenuh itu mendadak sirna. Aku semakin ingin terus bersama dakwah, kapanpun-dimanapun.
Jantungku berdetak semakin cepat melebihi efek kafein (read: disko) setiap harinya. Kali ini cinta mulai muncul. Ia hadir setiap waktu dan membuat aku semakin menggila. Aku kini seperti pecandu, pecandu cinta dan dakwah. Candunya bisa-bisa membunuh aku yang tak tau berapa kadar dosis yang harus kutelan tiap harinya. Aku bahkan tidak bisa lepas dari cinta, tidak bisa lupa memikirkan dakwah. Walaupun sesekali aku berfikir tentang aku yang tidak ada apa-apanya dibanding mereka.
Jiwaku kini penuh, fikir dan hatikupun terisi oleh cinta dan dakwah yang rasanya telah mengalir bersama dalam aliran darah. Darah-darah yang haus dan selalu merindukan cinta dan dakwah untuk terus mengalir bersamanya. Melengkapi darah agar dapat aku gunakan untuk memenuhi kebutuhanku.
Sesekali aku jenuh. Cinta ini terlalu menggerogoti aku yang tidak kokoh. Ukhuwah ini mulai tercemar. Aku tanpa sadar merusak ukhuwah yang telah aku bangun bersama mereka hanya karna futur yang tak henti-hentinya membisiki aku tentang kebahagian semu yang begitu menggoda (dan aku berhasil tergoda). Aku mulai melupakan Penguasa yang sejatinya selalu mengawasi aku lewat pengawalnya yang tak pernah pergi meninggalkan aku sendirian. Tak peduli aku sendiri, berdua, bertiga, berempat, bersekian. Tak peduli aku tertawa, tersenyum, menangis, mengumpat, menghujat, bahkan melupakan bahwa ada pengawal di sampingku.
Ukhuwah ini mulai terasa berat. Meskipun para penasehat tak henti-hentinnya menamparku jika aku mulai letih bersama cinta dan dakwah. Aku mulai lupa akan surat penguasa yang kemarin menggetarkan jantungku. Aku lupa semua kisah bersama dakwah dan cinta yang mampu membuat aku tersenyum kala air mata mulai jatuh. Aku yang mendadak lupa akan perjalanan ukhuwah yang dengan perlahan aku coba bentuk. Bahkan, aku tergoda oleh futur yang baru saja muncul untuk menghancurkan ukhuwah yang terjalin ini. Ah, aku rapuh sekali.
Bodohnya, aku hampir lupa bahwa pengawal-pengawal ini terus mengawasi gerak-gerikku, tak luput sedetikpun utuk dilaporan pada Penguasa nanti. Aku lupa akan surat-surat penguasa yang biasanya menjadi peneduh, penenang, dan pedoman dalam aku menjalani hidup ini. Ia mulai memanggilku, mengajak aku untuk berpelukan dengan kasih penguasa. Aku bersyukur, sang Penguasa masih mau menerimaku. Masih mau merangkul aku yang sesekai khilaf melupakanNya.
Lagi-lagi, surat cinta penguasa ini mampu meracuniku, membius aku untuk terus bertahan dalam ukhuwah yang indah ini. Aku masih ingat janjiNya, jika aku melancarkan  visi misinya, maka Ia akan membantuku. Dan lagi, aku terbunuh oleh ukhuwah atas cinta dan dakwah. 


Dari aku.
Aku yang semakin rindu untuk terus berpegangan.
Merangkul dan berjalan bersama cinta dan dakwah.

2 tanggapan:

Ath Thaifah Al Manshurah mengatakan...

ketahuilah, aku disini juga rindu untuk berkumpul dalam naungan cinta dan ukhuwah

anggi apriyana mengatakan...

ketika jarak itu hadir di dunia, biarkan Allah rencanakan perkumpulan indah di JannahNya.

Posting Komentar